Negeri Para Bencana

Sudah satu bulan ini, para penikmat berita dimanjakan dengan beragam sajian berita tentang kondisi negeri ini yang tiba-tiba penuh dengan kejadian bencana….yang seolah-olah sambung menyambung menjadi satu….mulai dari bencana wasior di Papua, lalu secara hampir berbarengan bencana Tsunami di Mentawai serta letusan Merapi nan Dahsyat di Sleman, dan yang terakhir-terakhir adalah bencana banjir dimana-mana dengan salah satu yang fenomenal terjadi saat tanggul Kali Beringin di Kendal jebol hingga membuat luapan air bah setinggi hampir 2 meter….SYEEEDAAAPPP…..Tentu saja kalimat itu banyak dilontarkan oleh para penonton acara bencana bukan oleh para pelaksana bencana (maksude korban gitu….). Ya….gak se ekstrem begitulah kalimatnya… mungkin sedikit berkamuflase dengan kata-kata romantis semisal…kasihan deh…atau mengerikan….koq bisa begitu ya….tapi khan muaranya sama to….buktinya bukannya sibuk berupaya menolong tapi malah lebih asyik menonton acara bencana itu setiap hari di televisi sekaligus ikut menghitung berapa lagi yang mati…..atau malah jangan-jangan menantikan dimana lagi ya….ada bencana….?! Bahkan  Yogya pun semakin padat dengan ribuan pendatang….mulai dari relawan, perantau yang punya keluarga di Yogya, dan tak lupa tentu saja para turis yang hendak ikut merasakan kondisi hujan abu…..

Itulah Negeri Para Bencana…sebuah negeri yang penuh dengan bencana. Bukan saja bencana yang disebabkan alam semesta tetapi lebih karena ulah manusia itu sendiri. Memang sih sebagian besar bencana itu masuk katagori bencana alam…tetapi bagi saya tidak ada bencana alam yang tidak dapat diantisipasi…apalagi di jaman teknologi seperti ini….minimal buat menghindarkan terjadinya korban jiwa yang demikian besar. Bencana Tsunami bisa dihindari karena kondisi retakan alam telah terdeteksi dengan alat canggih hingga negeri Tsunami seperti Jepang pun bisa tenang-tenang saja menghadapi Tsunami yang datang hampir setiap tahun. Bencana Gunung Meletus pun dapat diantasipisasi kapan meletusnya. Buktinya bahkan Televisi pun saat ini sudah bisa memprediksi gunung-gunung berapi mana yang akan meletus menyusul sang gunung teraktif di dunia… Bencana banjir….?! Tambah gampang antisipasinya. Tapi itu semua hanya hitungan manis diatas kertas…Di lapangan, semuanya kelihatan sulit…semuanya berantakan. Dan seperti biasa , korban jiwa berjatuhan seolah tak berharga. Wasior porak poranda diterjang banjir….Mentawai rusak diterjang tsunami…dan Merapi yang di hari pertama letusannya hanya menimbulkan 13 korban jiwa, ternyata hingga hari ini korban pun membengkak mencapai ratusan jiwa….

Itulah Negeri Para Bencana. Bencana menjadi hiburan bagi sebagian orang…bahkan ajang untuk menaikkan citra, popularitas, nyari kerjaan, ajang mencari keuntungan sekaligus ladang empuk buat oportunis-oportunis bencana. Beberapa hal yang lucu, pahit, sekaligus memprihatinkan dapat kita lihat di negeri para bencana, antara lain.

1. Media berpesta sebulan penuh (atau malah lebih ?) karena tidak akan kehabisan bahan berita. Gak usah sulit-sulit mencari ide segar buat ditampilkan guna menaikkan oplah atau rating. Tinggal tampilin gambar-gambar suram desa-desa yang porak poranda diterjang bencana. Lalu kalau masyarakat mulai bosen, ganti saja gambarnya dengan mayat-mayat ples jerit tangis keluarga yang ditinggal mati. Berikutnya, tampilin juga suasana pengungsian yang pasti penuh wajah memelas sekaligus buat memancing sumbangan masyarakat. Lalu tampilin juga penyalahgunaan sumbangan bantuan. Jangan lupa, tampilin tingkah pejabat atau polah istri-istri pejabat yang secara bergilir mengunjungi para pengungsi. Dan buat memanaskan suasana yang mulai ‘mendingin’…dimuat besar-besaran  ramalan bencana yang akan terjadi di negeri ‘ring api’…semisal ratusan gunung yang siap meletus menyusul sang merapi…

2. Ajang Rebutan Citra sebagai jalan melanggengkan kekuasaan dari para pejabat, yang tiba-tiba semuanya merasa berwenang mengkoordinir penanggulangan bencana. Baik sih sebenarnya karena pengungsi akan diurusi banyak pejabat. Hanya saja lama-lama gak baik juga karena akan terjadi banyak komando di lapangan hingga membuat suasana semakin kacau dan saling mengklaim wewenang. Bukti kacaunya penanganan tampak dari semakin banyaknya korban jatuh akibat letusan Merapi. Untung saja, buru-buru SBY segera mengambil alih tongkat komando dari para Bupati, para Gubernur, para Polisi dan para Tentara dan diserahkan pada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (namanya malah hampir gak pernah ada di media). Walau saya sendiri melihat keputusan SBY buat berkantor sementara di Yogya sebagai ajang menaikkan citranya yang semakin turun. Buktinya belum sehari di Yogya, SBY sudah harus siap-siap menyambut Obama di Jakarta…dan setelah itu malah terbang ke Seoul buat menghadiri sidang G-20. Mangkanya saat mengumumkan keputusan buat berkantor di Yogya, SBY buru-buru melarang semua orang sibuk menemui SBY alih-alih berada di lapangan…soalnya ngantor di Yogya nya juga cuman bentar cih……

3. Korban Jiwa Sia-Sia seperti Mbah Maridjan dan murid-muridnya. Bagaimana tidak, sebelum tersapu awan panas, Mbah Maridjan sudah diperintahkan untuk turun gunung tetapi menolak dengan alasan dirinya lebih tahu soal Merapi dari orang lain, termasuk dari Surono sang Doktor gunung vulkanik sekalipun. Dan yang menyedihkan adalah kematian Mbah Maridjan menyeret setidaknya 13 orang tolol yang ikut-ikutan ndablek dengan ancaman sang wedhus gembel. (Banyak yang menyatakan matinya Mbah Maridjan dalam keadaan sujud saat sholat walau diragukan juga. Mosok sholat madhep ngidul, di dapur lagi….). Korban sia-sia yang tak perlu pun kembali terjadi dan bahkan ratusan. Semuanya gara-gara para pengungsi yang memaksa pulang buat makani sapi atau kambingnya hingga wadhus gembel sukses menyapu mereka-mereka yang bandel itu. Kondisi yang sangat memprihatinkan hingga SBY buru-buru berjanji akan mengganti ternak milik warga yang mati terkena wedhus gembel buat mengurangi gejolak pengungsi yang pengen pulang buat ngurusi ternak…

4. Manajemen Pasca Bencana yang Amburadul. Kalau yang seperti ini tidak aneh lagi karena semuanya berniat membantu walau seringnya salah sasaran. Sebagai contoh, banyak ber dos dos mie atau berkarung-karung beras yang menumpuk atau makanan cukup walau piring dan sendoknya tidak ada, sementara  pengungsi juga butuh selimut atau pakaian ganti yang langka. Lalu ada sebagian pengungsi yang lumayan tertangani sementara di beberapa lokasi malah tidak menerima bantuan sama sekali.

5. Pejabat yang Kurang Peka. Yang paling lucu tentu saja Gubernur Sumatera Selatan (Irwandi) yang malah berangkat ke Jerman buat promosi wilayahnya padahal Mentawai sedang kena Tsunami. Juga wakil Bupati Boyolali yang malah studi banding ke Bali walau Boyolali lagi sibuk-sibuknya menangani pengungsi. Iya sih masalah yang diurusi pejabat khan banyak tidak hanya bencana doang khan….Tapi kalau menurut Anda, wajar tidak 40 anggota DPR yang pergi buat meninjau pelaksanaan haji di saat Merapi sedang mengumbar amarahnya…?!  Juga 8 anggota DPR yang sibuk lihat tari perut di Turki…. Tapi ya gak pa pa deh…wong SBY saat bencana lagi mengunjungi stand Indonesia di Shanghai China….lalu sempat ke Seoul juga.

6. Profesi Geologist yang dulunya hampir gak kanggo tiba-tiba laris manis. Dimana-mana mereka banyak muncul di media-media buat memprediksi letusan merapi ples kemungkinan meletusnya gunung berapi lain. Yang paling sering tentu saja Mbah Surono, sang Doktor Geologi sekaligus kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana ….. Bahkan sangking larisnya, beberapa televisi swasta malah membuka lowongan reporter lulusan sarjana geologi…. Hebat….Hebat….

7. Oportunis Bencana berkeliaran. Yang sudah kelihatan adalah beberapa maling ternak yang tertangkap tangan menggelandang beberapa ekor sapi dan kambing di sekitar Kaliurang Yogya. Yang belum kelihatan tentu saja para pencuri bantuan bagi korban bencana dan terbukti selalu ada di berbagai bencana di negeri ini. Belum lagi praktek-praktek pungli yang biasa terjadi di lokasi bencana. Saya yakin para pungliwan pungliwati sudah ngiler membayangkan duit yang didapat dari hasil bantuan ternak yang janjinya sekitar 5 juta untuk 1 ekor sapi (kalikan sekitar 7000 ekor)….juga rumah warga yang rusak parah dapat 15 juta dan yang hanya sebagian rusak dapat 10 juta….ckk…. ckkk…duit…duit….gampang dicari….sekaligus gampang dicuri…..

8. Para Pahlawan Bencana, yakni para relawan yang gugur saat mencoba menyelamatkan masyarakat.Hanya saja, moga-moga para relawan yang gugur itu benar-benar relawan yang berniat membantu ples dibekali kemampuan sebagai tim SAR…. and bukan sekedar relawan sukarela tanpa skill yang hanya punya keberanian atau malah pengen gagah-gagahan….bagian ormas tertentu…atau malah sekedar pengen ngelihat suasana bencana alias turis wisata terselubung……  (sorry man, Mr. Salimin yang notabene adek saya, waktu muda paling demen ngelakuin hal ini….)

9. Banyak Saluran Bantuan bagi korban bencana bermunculan layaknya anak-anak sungai baru bermunculan di musim hujan, baik yang gaya modern seperti kirimkan ke nomor rekening atau semodel manual yang banyak dilakukan para mahasiswa atau pelajar di jalan-jalan laiknya pedagang asongan. Baik sih karena kalo dana penanganan bencana semuanya diserahkan pada pemerintah kayaknya terlalu berat deh. Sekaligus hal itu menunjukkan kepedulian bangsa ini terhadap Saudaranya yang lagi terkena bencana. Hanya saja angka-angka yang muncul di televisi saya ragukan jumlahnya mengingat angka yang muncul seolah-olah menjadi ajang persaingan popularitas tiap televisi (akeh-akehan mengumpulkan dana bencanadari masyarakat). Dan yang lebih gawat lagi adalah lemahnya akuntabilitas atau pengawasan terhadap pengawasan dana-dana masyarakat itu. Artinya apakah dana itu benar-benar dipergunakan untuk para korban bencana atau masih dipotong buat biaya perjalanan serta mengangkut para kru ke lokasi buat mendapatkan berita (misalnya pada bencana Mentawai yang terlihat banyak setasiun TV menyewa helikopter untuk sampai kesana…), atau bahkan ada yang diselewengkan ke mana-mana ? Tidak ada yang pernah sempat memperhitungkan hal-hal itu disaat kondisi darurat rawan bencana….

Tinggalkan komentar