Sang Pemimpi : antara Novel dan Pilm

Akhirnya ‘Sang Pemimpi’ lah yang akhirnya berhasil membatalkan puasa nonton bioskop saya setelah terakhir kali nonton pilm di bioskop sekitar 2007 saat nonton Transformer. Sebenarnya jauh-jauh hari saya pengen banget mengakhiri puasa saya tersebut. Yang pertama saat demam Transformer 2 di bulan Mei yang bikin ngebet nonton walau akhirnya gak ada kesepakatan jadwal dengan temen yang pengen ngajak nonton bareng. Lalu saat November, akunya juga gagal nonton hari kiamatnya Rolland Emerich ‘2012’ akibat antri panjang yang tak berkesudahan hingga bikin kita-kita tergoda untuk beli DVD bajakan gambar terang…yang selanjutnya malah mengendurkan minat kita dalam ikut-ikutan mengantri akibat kualitas filmnya yang kurang darah akibat lemah di naskah. Sebenarnya ‘Sang Pemimpi’ pun hampir gagal kutonton di bioskop akibat tiadanya temen yang mau kuajak nonton bareng…soalnya kalau nonton sendiri koq kayaknya kurang enak ya….tapi akibat dipanas-panasi my brother and sister yang udah duluan nonton maka walau sendirian tak tekad-tekadi nonton sendirian layaknya muda dulu….

Dan buka puasa nonton bioskop saya pun gak rugi. Sang Pemimpi adalah sebuah film hebat yang berhasil membikin saya terpukau, tertawa geli, tersipu, ngakak, sekaligus berkaca-kaca saat menontonnya….mungkin akibat pengaruh kualitas gambar serta sound hingga emosi pun ikut-ikutan membuncah…. Okay-okay memang ada perbedaan disana-sini dengan yang diceritakan Andrea Hirata pada novelnya….tetapi itu khan sah-sah saja. Anggap saja, film ‘Sang Pemimpi’ merupakan hasil interpretasi Riri Riza terhadap novelnya….apalagi Riri Riza sangat terbebani untuk melanjutkan jalinan kisah yang telah terbangun sejak ‘Laskar Pelangi’ sambil mikir-mikir and ngreka-ngreka sequel berikutnya yakni pada “Edensor’ dan ‘Maryamah Karpov’ Jadi cara menikmati film ini adalah membuang segala persepsi pribadi kita yang sudah kadung terbentuk saat membaca novelnya….Anda hanya perlu duduk, diam, dan nikmati this film maka tak jamin Anda akan merasakan perasaan yang sama dengan yang saya rasakan setelah menonton film ini.

Artinya, saat membaca novel Sang Pemimpi….lepaskan segala imajinasi Anda buat membentuk sebuah bayangan kampung Belitong, tokoh-tokoh utama yang ada di dalamnya….termasuk mengikuti irama novel yang kadang bercerita pada masa kini dan tiba-tiba menukik masa lalu secara flsh back dengan bebasnya. Sementara saat menonton filmnya, Anda cukup mengikuti aliran cerita sebagai hasil imajinasi sang Riri Riza tanpa berpersepsi sama sekali apalagi sampai membanding-bandingkan dengan novelnya. Walau demikian, tulisan saya kali ini juga hendak menguraikan beberapa perbedaan persepsi antara saya (saat membaca novel) dengan Riri Riza (saat nonton filmnya). Bukan untuk apa-apa, hanya mau cerita tanpa tendensi mempengaruhi persepsi Anda sendiri….yang bahkan saya sendiri tidak bersedia untuk membandingkannya….bisa Anda lihat judul tulisan ini adalah Novel dan Film….bukan dengan tanda hubung ‘versus’ yang lebih bertendensi membandingkan…..melainkan untuk memperkaya kenikmatan kita dalam berapresiasi terhadap ‘Sang Pemimpi’ Beberapa diantara perbedaan persepsi saya terhadap Riri Riza diantaranya adalah

1. Sosok Ikal
Tak tau kenapa, persepsi saya terhadap tokoh Ikal dalam film sangat berbeda….baik saat Ikal masih kecil (dalam Laskar Pelangi) yang saya pandang terlalu pendiem, saat Ikal remaja yang menurut saya terlalu ‘gothot’,. atau saat dewasa yakni saat diperankan Lukman Sardi. Kurang tengil, itulah kesan saya terhadap para pemeran itu. Soalnya, dalam berbagai kesempatan si Ikal sering dipanggil Pak Mastur dengan sebutan ‘berandal’ sebagai bentuk penghormatan terhadap polah nakalnya. Apalagi tokoh Lukman Sardi agak ketuaan dalam memerankan seorang anak muda yang baru saja lulus sarjana. Mungkin kalau cuman seorang yang keriting tapi tengil…imajinasi kita akan semakin terpuasi jika si ganteng Giring Nidji yang memerankan si Ikal tengil….Lihat saja aksinya…..Biarrrllaaaaaah Kqhuurhellaaa Melephaassshmu…..

2. Sosok Arai
Ariel adalah sebuah blunder besar dari seorang Riri Riza…jadi teringat lagunya Matta…. O…o….Kamu Ketuaaaaaannnn…..Kurang muda and sigrak. Saya kira lebih pas jika peran Arai dewasa dibawakan oleh seorang Gading Marten yang konyol sekaligus norak. Tapi kalo yang diincer bisa menyanyinya ya….Andhika Pratama kayaknya lebih mudaan deh….But Arai remaja sudah pas banget tanpa tambah bumbu dan kecap….Bener-bener sosok Arai yang plek dengan novelnya. Dan saya yakin ‘Ahmad Syaifullah’ sang pemeran Arai remaja akan semakin sering kita lihat wira-wiri di jagad perfilman Indonesia…dialah sang Nikolas Saputra baru….

3. Sosok Jimbron
Imaji saya sih sebenarnya sosoknya sedikit mirip Saykoji….. gemuk, putih, sipit-sipit gitu deh….tapi dalam hal ini saya lebih setuju yang versinya Riri Riza deh….Soalnya Azwir Fitrianto bener-bener bisa memerankan sosok Jimbron yang gagap (gagapnya kurang seru dikit…) sekaligus lugu campur bloon… hebat deh….

4. Sosok Para Guru
Kayaknya sudah pas deh…walau Pak Mustar and Julian Balianya dibalik dari novelnya tapi malah tambah pas lah jika Kepseknya yang lebih galak. Lagian gak ada critanya seorang guru sastra muda yang jadi kepala sekolah. Apresiasi patut diberikan pada Nugie yang dengan make up item and aksennya sangat menjiwai perannya sebagai sang pengobar mimpi Ikal dan Arai

5. Sosok Bang Zaitun
Boleh dikatakan cukup berhasil dengan suara melayunya yang merdu sekaligus norak dandanannya walau belum sesuai dengan imaji saya. Saya sih berimaji sosok Bang Zaitun merupakan sosok tinggi kurus yang sedikit nyentrik….yah kalau dibayang-bayangin sih mirip dengan komedian Aming tapi dengan make up kulit gelap ala Robert Downey Jr. dalam Tropic Thunder…tapi sudahlah, imaji Riri Riza sudah cukup bagus koq….setara dengan imaji saya….bahkan lebih fresh karena penampilan seorang sosok baru yang berpeluang story stealer.

6. Sosok Zakiah Nurmala
Ai-ai….sosoknya bener-bener pas banget dengan selera saya saat usia-usia SMP-an gitu…. berambut hitam sebahu, berwajah ayu tapi melayu sangat mengingatkan akan sosok Siti Nurhaliza di masa muda….Sampai tersipu-sipu gembira saya saat menikmati wajah ayu imutnya ‘Maudy Ayunda’ itu. Menarik banget menantikan sosok dewasa Zakiah yang hendak ditampilkan Riri Riza dalam Maryamah Karpov…..

7. Pemandangan Pulau Belitong
Kalau menurut saya sih kurang gersang gitu….masih lebih cocok yang ditampilkan Riri Riza si Laskar Pelangi….mengingat Pulau Belitong bukanlah termasuk pulau yang subur karena tingginya kandungan timah dalam tanah. Akan tetapi, walau gak cocok, gambar-gambar yang ditampilakn Riri Riza demikian indah….seolah-olah Riri hendak memamerkan kemampuannya dalam mengeksploitasi keelokan alam nusantara….

8. Sosok-Sosok Lain
Semuanya pas banget. Seperti biasa Mathias Muchus bermain sangat baik sebagai seorang lelaki pendiam nan banyak tersenyum…bener-bener mengingatkanku akan sosok Bapakku yang telah ‘pergi’…apalagi adegan permohonan ma’af Ikal dijembatan yang bikin berkaca-kaca mataku….

9. Jalan Cerita
Ada penyesuaian-penyesuaian jalan cerita yang dilakukan Riri Riza terhadap novel aslinya. Sebagai misal, kenyataan Muhammad Haikal dan Muhammad Arai sama-sama kuliah di UI…dan kepergian Arai ke Kalimantan terjadi setelah lulus kuliah hingga keduanya sempat memanfaatkan ijazah sarjananya untuk bekerja. Tidak mengganggu walau kelihatan dipakai buat menyesuaikan para pemerannya yang ketua’an. Yang jelas, setelah menonton film ini saya semakin terpesona terhadap sang seniman Andrea Hirata karena berhasil menelorkan sebuah masterpiece Tetralogi Laskar Pelangi. Bener-bener bikin ngiri sembari ikut-ikutan bermimpi suatu saat dapat menghasilkan sebuah novel yang mirip-mirip yang begituan lah….entah kapan….sudah membuncah-mbuncah di kapalaku tetapi masih susah menemukan jalan keluarnya……

1 Responses to Sang Pemimpi : antara Novel dan Pilm

  1. nonton film berkata:

    If some one needs expert view on the topic of blogging and site-building afterward i suggest him/her to visit this website, Keep up the nice
    work.

Tinggalkan komentar