Sdr. Guntur, Anda adalah Korban Media Massa Yang Bobrok
Terus terang saya nggak terlalu tertarik ngomentari meninggalnya banyak penumpang KM Levina yang terbakar di perairan Pulau Seribu. Soalnya masih kalah dahsyat dengan tenggelamnya KM Senopati. Bukannya saya gak peduli….tapi menurut saya itu hanya menambah buram potret lemahnya manajemen transportasi kita
Saya tertarik dengan dialog SCTV tentang keselamatan jurnalis saat bertugas. Ada 3 pembicara yang diundang, yaitu : Uni Z. Lubis, Ketua Harian Asosiasi Televisi Swasta Indonesia, Tigor Azas Tigor Nainggolan dari Lembaga Bantuan Hukum Pers serta pengamat media Ignatius Haryanto. Dari situ saja kita bisa melihat posisi masing-masing pembicara, siapa yang akan dibela dan apa yang mau dikatakannya. Dari dialog itu kita bisa menebak potret buram dunia pers Indonesia. Sdr.Uni jelas dominan sekali berbicara, karena dia mewakili para raja-raja media, yang kekuasaan bicaranya bisa melebihi seorang presiden (dengan berlindung pada slogan suara media mewakili suara rakyat). Menurut Uni, sebenarnya rombongan wartawan saat itu tak berniat untuk naik ke bangkai kapal nahas tersebut. Namun mereka memaksa saat melihat ada seorang jurnalis di atas Levina I. “Lho, kenapa dia boleh kita enggak boleh [naik],” ujar Uni menirukan ucapan peliput tersebut. Uni jelas-jelas menyalahkan pemerintah karena tidak bisa melindungi warganya, dalam hal ini para wartawan.
Bagi saya itu bulshit mam…bulshit !! Jangan lempar batu sembunyi tangan. Siapa yang menyuruh para wartawan itu meliput kesana ? Lho…itu khan demi mendapatkan berita yang ekslusif…? Betul dengan semakin ekslusif maka ratingmu akan naik, iklan berjubel dan … untuk itu kamu akan memaksa sang wartawan berangkat, walau menurut Tigor Azas Tigor Nainggolan, TKP (tempat kejadian perkara) apalagi yang berbahaya, tidak boleh dimasuki wartawan….kamu dengan handphonemu akan ngomong ”aku ngak mau tau, pokoknya kamu harus masuk kapal atau…” Dan ketika Saudara Guntur dan Suherman ngomong ”Mam…aku nggak bisa berenang…” ”aku gak mau tau…aku gak mau stasiun kita kalah dengan stasiun lain..” Dan ketika mereka berdua benar-benar mati…..”itu salah pemerintah kenapa mereka tidak dilarang naik kapal yang bobrok……” BULSHITT…!!
Dari peristiwa itu saya jadi teringat dengan film James Bond ”Tomorow Never Die (?) tentang betapa bangsatnya para petinggi media. Bahkan mereka rela membikin bencana asal mendapat berita. Masya Allah…. Dan aku semakin neg lagi ketika Rosiana Silalahi bilang tidak habis mengerti mengapa Guntur lebih memilih menyelamatkan kamera dibanding nyawanya sendiri. Ya…kamu tidak akan bisa mengerti…karena kamu tidak pernah menjdi seperti Sdr. Guntur yang kere….bukan dedikasi mam bukan…tapi lebih karena Sdr. Guntur melindungi keluarganya mam…Bagimu mbak Rosi, harga kamera tak ada artinya dibanding dengan gajimu….Tapi bagi Sdr. Guntur dan Suherman…?! Kamera itu akan menghancurkan keluarganya kalau sampai rusak….gimana dia bisa mengganti….apalagi kalau dia terus dipecat..!! Dan saya yakin para wartawan yang dipecat karena lalai dalam tugas atau merusakkan peralatan kantor tidak akan pernah dimuat di media massa mana pun…bahkan suaranya pun tak akan terdengar…..
Saya melihat, semenjak reformasi dan era kebebasan pers, media adalah raja yang bisa seenaknya memuat atau tidak memuat suatu berita. Tak ada lagi kode etik jurnalistik. Yang ada hanyalah hukum pasar, masyarakat maunya apa…itu yang akan kami muat…walaupun beritanya masih samar-samar…tetap akan kami sajikan berita yang panas…biar iklannya banyak…media untung…masyarakat tambah bodoh biarin…terjadi anarki gak urusan…… itu urusannya pemerintah….Yang penting gua dapat berita….kalau perlu tak kompori sisan…biar oplh koranku naik…..Astagfirullah…
Mangkanya saya himbau para blogger mania untuk mengadakan perlawanan serentak terhadap bangsat pers. Kita sajikan pada masyarakat tulisan-tulisan, fakta-fakta, argumen-argumen yang mengandung kebenaran…..Saya tdak setuju tuliasan salah seorang blogger yang mengatakan bahwa ngeblog itu pelampiasan para wartawan yang nggak laku….Gimana mau laku man…tulisan-tulisan keras apalagi yang memojokkan ’mafia media’ tidak akan pernah dimuat. Mangkanya tetaplah nulis keras….kita jangan mau didekte…
Untuk Sdr. Ignatius Haryanto saya salut dengan Anda. Anda sudah berusaha ngomong tentang kebenaran….. Anda menekankan saat mengejar berita wartawan tetaplah perlu mempertimbangkan unsur-unsur keselamatan. Istilah Anda wartawan itu bekerja buat “mencari berita bukan menjadi berita,” dan saya juga maklum kalau kemudian Anda lebih banyak diam. Seperti juga saya, Anda punya keluarga yang harus Anda lindungi…harus Anda nafkahi…..
Terakhir Selamat tinggal Sdr. Guntur, Sdr Suherman… Dengan niat tulus Anda, saya yakin Tuhan yang Maha Adil akan memperhatikan……semoga niat luhur Anda akan membawa Anda ke surga….Amiiin…